KOTA TEGAL – Aksi Orasi damai dilakukan saat Car Free Day Kota Tegal di Alun-alun Kota Tegal dengan cara membentangkan sejumlah poster berisikan “Tolong Bebaskan Tanah Kami, hargai hak-hak kami sebagai Warga Kota Tegal” pada Minggu pagi, 09 Juni 2024.
Salah seorang warga Mintaragen, Abdurrohman (53) mengatakan, “Persoalan tanah yang selama ini ditempati memang merupakan tanah Pemkot Tegal Namun ia mengaku bahwa tanah tersebut baru-baru ini sudah mendapatkan persetujuan pelepasan dari Panitia Khusus (PANSUS) V DPRD Kota Tegal, langkah apa lagi segala sesuatunya kami sudah penuhi.” ungkapnya dengan nada yang berapi-api.
Disampaikan lagi bahwa tanah tersebut juga telah diukur dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Tegal atas program PTSL. Namun, sampai sekarang tanah tersebut belum dilepas, “Dari Pemda sampai sekarang belum melepaskan tanah tersebut. Alasannya tidak jelas” ujarnya.
Pria yang berdomisili di RW 10 Mintaragen Kota Tegal itu mengaku sudah menempati tanah tersebut sejak 1992. Bahkan, ia menyebut ada juga yang sudah lama tinggal disana selama 40 tahun. Dijelaskan juga pihaknya hanya ingin meminta kejelasan tentang persoalan tanah yang sudah ditempatinya selama puluhan tahun.
“Kami minta kejelasan atas hak kami itu yang pernah dijanjikan akan dibuat sertifikat melalui Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL,)” bebernya.
Ditempat yang sama, salah seorang warga lain, Suroso menambahkan, bahwa aksi ini bukan hanya warga Mintaragen saja, melainkan, juga diikuti oleh warga Panggung dan Tegalsari.
“Sejumlah 1500 bidang tanah di Kelurahan Panggung dan Mintaragen 1900 bidang serta Kelurahan Tegalsari sebanyak 2500 bidang. Kita sudah mengajukan secara kolektif dari warga yang ada dibidang tanah itu, namun sekarang mereka juga belum ada kejelasan yang sama,” jelasnya.
“Sekitar 68 tahun yang lalu, sudah tinggal disitu. Namun, sejak beberapa tahun belakangan muncullah SK hingga kita ditagih untuk retribusi ditiap tahun. Makanya, kami juga menuntut hak kami, untuk disamakan dengan yang lainnya,” imbuhnya.
Dia berharap diakhir pemerintah Presiden Joko Widodo sertifikat tersebut bisa diserahkan kepadanya dan tanah tersebut bisa menjadi miliknya “Kalau belum bisa ya kami tetap menuntut lagi,” jelasnya.
Meski begitu, menurut penjelasan yang ahli secara UUPA no 50 tahun 1960 bahwa penempatan 20 tahun keatas harus diserahkan yang menempati “Artinya itu juga menjadi acuan kami, makanya kenapa saya berani, karena saya berpedoman hal itu,” imbuhnya.
Sementara itu, LSM Lembaga Investigasi dan Kemasyarakatan (LIKRI) Yance Langke mengaku bahwa kebetulan dirinya didatangi beberapa orang yang menyampaikan keluh kesahnya atas puluhan tahun tanah yang sudah ditempati, namun ternyata terhambat sampai sekarang.
“Alhamdulilah kami pun sudah mencoba komunikasi dengan pusat. Karena sebetulya, selama ini mereka sudah melakukan komunikasi dengan Pemkot, namun terhambat. Makanya, kami pun komunikasi dengan pusat,” terangnya.
Tanah Itu dibeli secara Paculan
Abdurrohman (53) mengaku bahwa dirinya membeli tanah itu sejak 30 tahun lalu. Ia membeli dengan cara orang yang paculan memakai surat jual beli “Dulu tanpa akta, adanya surat jual beli kemudian, saya gunakan untuk hunian sampai sekarang,” jelasnya.
Kendati belum mendapatkan sertifikat, ia mengaku iri dengan keberadaan tetangga lainnya yang sudah memiliki sertifikat itu.
“Banyak yang sudah, sedangkan di kami belum bisa, tidak tahu kenapa,” jelasnya.
Dia menyebut, sampai saat ini di RW 10 Mintaragen sedikitnya 190 bidang tanah belum mendapatkan sertifikat. Padahal bersama dengan warga lainnya sudah melakukan pengajuan untuk pembuatan sertifikat PTSL di tahun 2019 lalu” pungkasnya. (Rochim)